pixabay.com
Cerpen Gusti Trisno
Penduduk
di wilayah dekat Sungai Sampeyan benar-benar sibuk di November yang basah.
Pasalnya, kawanan ular mengincar rumah mereka. Beruntung, taburan garam yang
telah didoakan oleh sesepuh desa tersebar di depan dan belakang rumah. Jadi,
kawanan ular itu tidak berani mampir sejenak di rumah-rumah mereka yang
berbentuk pekarangan panjang.
Kecuali
di rumah Yopo. Lelaki yang tidak tampan itu sering kali menjumpai ular di
berbagai ruang di rumahnya. Mulai dari dapur, ruang tamu, bahkan kamar tidurnya
sendiri. Anehnya, Ibu Yopo tidak begitu terganggu. Sementara Yopo, sebagai anak
satu-satunya di keluarga. Ia malah takut bukan kepalang dan berlindung di bawah
ketiak Ibunya. Benar-benar payah lelaki
itu!
Hingga
ketakutan demi ketakutan yang membayang Yopo terbawa di dalam mimpi. Dan di
sana ia bertemu bidadari.
****
Sungai
Sampeyan selalu membawa cerita indah bagi sekawanan bidadari di masa lalu yang
sering mandi di airnya yang bersih dan deras itu. Tak ada yang mengetahui hal
itu. Kawanan bidadari dari kayangan selalu menyempatkan mampir mandi setelah
perjalanan jauh ke berbagai tempat. Ibaratnya sungai Sampeyan adalah terminal
para bidadari.
Di
sana mereka tertawa, berbagi cerita dengan begitu lepasnya, juga terkadang
berbicara makhluk bumi yang tidak punya kecantikan dan kegadisan yang abadi.
Hanya
saja, satu hal yang mereka lupa. Di ujung sana, terdapat pemuda yang sedang
mengintip dari kejauhan. Pemuda yang bernama Yopo itu berdecak kagum dengan
pemampilan para bidadari, ia serasa digoda oleh paras perempuan yang sedang
menikmati keindahan Sampeyan itu.
Dan,
Yopo segera teringat kisah Joko Tarub atau Arya Menak versi Madura bahwa ia
harus bisa mendapatkan selendang bidadari. Satu saja. Dengan begitu mereka tidak bisa
terbang ke kahyangan. Lalu, Yopo tinggal menawarkan bantuan. Barulah mereka
akan menjadi sepasang suami-istri. Tentu, pemuda yang tidak tampan itu tidak
akan melakukan kesalahan yang sama dengan Joko Tarub atau Arya Menak. Di mana
tokoh legenda itu menaruh selendang bidadari di lumbung padi. Hingga suatu
ketika Nawang Wulan menemukan selendang tersebut.
Ahh.
Yopo mulai berandai-andai.
Padahal,
lewat cerita di masa lalu ia tidak akan mendapat apa-apa. Kecuali, ia mau
berpikir lebih kritis dulu. Sebab, bukankah masa lalu itu ada supaya kita lebih
waspada?
Akhirnya,
pemuda yang memiliki nama belakang William itu segera mendekat ke tempat mandi
para bidadari. Anehnya di sana tidak ada salendang. Yopo bingung, bagaimana
mungkin ia bisa hidup abadi dengan para bidadari jika selendang mereka tak ada
yang bisa diambil.
****
Yopo
terbangun dari mimpi panjangnya. Jam di dinding kamar lelaki itu masih
menunjukkan pukul dua pagi. Sebuah waktu yang sarat akan ketenangan dan daya
magis. Ia segera memijit kepalanya yang begitu pusing akibat mimpi tidak jelas
itu. Apalagi, sepenggal mimpi itu butuh dilanjutkan agar kisah yang didapat Yopo
tidak berakhir menggantung.
Tapi ... untuk melanjutkan mimpi.
Yopo harus bersabar sejenak. Pasalnya, adik kecilnya yang berada di tengah
pusat tubuh seperti meminta untuk mengeluarkan air kecil. Dan, lelaki itu
segera menuntaskannya menuju kamar mandi.
Surprise!
Mungkin itu kata yang tepat mewakili Yopo, sebab di kamar mandi yang berukuran
lebih sempit dibanding kamar tidurnya penuh dengan ular air berjumlah tujuh
ekor. Yopo menahan sesak. Ia segera berteriak. Tapi, di rumah itu ia hanya
tinggal dengan Ibunya yang begitu letih akibat pekerjaan sedari pagi di sawah.
Tak ada yang bisa membantu Yopo saat ini. Hanya satu di pikiran Yopo.
Mungkinkah ular itu menjadi salah satu media yang membuatnya meregang nyawa.
Mengingat mati, Yopo langsung lemas seketika.
****
Putra
William itu terbangun tak jauh dari tempat para bidadari mandi. Ia menatap
sosok perempuan yang cantik-cantik itu. Dari pengamatan lelaki yang ditinggal
ayahnya sejak masa kanak-kanak itu, ia dapat mendeskripsikan bahwa sosok
bidadari memiliki kulit yang licin dan halus. Enam dari tujuh bidadari itu
segera keluar dari arena mandi, mereka pergi ke balik semak-semak. Sementara
satu bidadari tetap bermain air.
Dan,
di sana Yopo kembali serasa digoda bidadari. Apalagi, bidadari yang memiliki
rambut panjang, paras yang menawan itu sanggup membuatnya terbang ke atas
cakrawala melewati terowongan Casablanca, dan menembus galaksi bima sakti.
Sehingga Yopo menjadi lebih ulala.
Duh!
Seharusnya Yopo berfokus pada bidadai yang tersisa satu itu.
Pun,
setelah Yopo fokus. Lelaki itu melihat bidadari semakin bertambah
kecantikannya. Apalagi kulitnya mengelupas satu per satu, seakan-akan bidadari
itu melakukan proses shedding atau
berganti kulit. Proses shedding itu
begitu lama, sebab dari detak jantung Yopo yang sengaja dihitung menunjukkan
persentase 35.000 detik. Duh, lama nian.
Tapi, dari sana Yopo semakin yakin jika rahasia bidadari bisa memiliki
kecantikan abadi. Salah satunya karena proses shedding itu.
****
“Ah,
ngawur mimpi kamu!”
Ibu
tak percaya dengan mimpi yang baru saja dijelaskan oleh anaknya. Bukan
apa-apa. Berdasarkan pedoman mimpi yang
telah dirawat Ibu. Perempuan yang telah menjanda sebanyak enam ratus bulan itu
mengetahui jika mimpi adalah bunga tidur.
Apa
yang menjadi mimpi dari anaknya itu hanya karena si anak pingsan di dalam kamar
mandi yang katanya penuh dengan ular.
“Jika
memang itu mimpi adalah bunga tidur? Bagaimana dengan ular-ular itu?”
“Kalau
itu memang bukan mimpi. Fakta membuktikan jika rumah kita sering dikunjungi
ular. Walaupun garam sudah ditabur di mana-mana.”
“Apa
mungkin ular tidak takut garam?” Yopo kembali bertanya.
Ibu
tak berani menjawab, perempuan yang masih ayu itu hanya menatap pintu di luar
rumah yang telah kedatangan tujuh ular.
“Pergi
kalian! Aku dan anakku sedang sarapan! Jangan ganggu!”
Yopo
menoleh ke arah pintu rumah. Tidak ada apa-apa di sana. Yopo jadi merinding, Ibu berbicara dengan siapa?
Untungnya
perhatian Yopo segera beralih pada sebuah pesan WA yang dikirim mantan
pacarnya. Pasti kalian sebagai pembaca yang budiman ingin mengetahui isinya,
kan? Baik, saya sebagai penulis akan menuliskannya di sini.
Terdapat anggapan
jika ular takut terhadap garam, hal ini dikarenakan selama ini berkembang
pendapat bahwa ular memiliki kulit yang licin, lengket, dan berlendir. Jadi, untuk
mematikannya harus ditaburi dengan garam. Namun, kenyataannya kulit ular tidak
berlendir sehingga tidak akan takut
terhadap garam.
“Jadi,
usaha kita selama ini sia-sia, Bu?”
Yopo
berhenti sejenak atas pesan WA yang baru dibacanya.
Ibu
mengangkat satu alis, bingung dengan pertanyaan Yopo yang tak jelas karena
tidak memenuhi SPOK.
Yopo
pun segera memberikan android
keluaran terbaru pabrikan China itu.
Ular cenderung
menghindar dibanding menyerang ketika bertemu manusia. Kalaupun ular sampai
menggigit atau menyerang manusia, tentu ada yang salah dari manusia tersebut. Entah itu,
menggoda atau tidak sengaja mengancam ular. Seperti kesenggol atau keinjak.
“Oh...
baca tentang ular? Jadi, karena kita tidak mengganggu mereka. Mereka tidak
mengganggu kita kan? Simpel kan?”
“Loh,
bukan itu maksudku?”
“Terus?”
“Ah...
sudahlah Ibu pergi ke sawah saja. Aku akan berangkat sekolah.”
Majelis
sarapan pagi itu segera berakhir. Ibu kembali ke sawah dan Yopo menyusuri
langkah menggapai sekolah. Sepanjang perjalanan pemuda unyu itu berpikir mengapa akhir-akhir ini
ia begitu ketakutan bertemu ular dan mimpinya juga kian runyam.
Di
tengah langkah menuju sekolah, ia tak sengaja berpapasan dengan perempuan yang
serupa bidadari di mimpinya.
“Kamu?”
“Aku?”
“Iya,
kamu?”
Dialog-dialog
itu keluar saja dari balik mulut Yopo, serupa ciri khas seorang pelawak di layar
kaca. Tapi, keterkejutan bertemu perempuan itu jauh lebih dalam. Dan, Yopo
yakin ia tidak sedang bemimpi saat ini.
Yopo
pun segera mengusap telapak tangan, lalu mengulurkan tangannya.
“Yopo.”
Perempuan
itu menyambut dan segera mengucapkan nama lengkapnya.
Saat
mengucap nama, Yopo seolah-olah terbang ke masa lalu Arya Menak atau Joko Tarub
dalam legenda. Bagaimana tidak nama perempuan itu Nawang Wulan. Perempuan yang
sanggup membuat Arya Menak dan Joko Tarub menggambil salendangnya karena
tergoda kecantikan yang luar biasa.
Begitupun
Yopo, sekalipun ia tak bisa mengambil salendang yang dimiliki Nawang Wulan di
depannya. Tapi, Yopo sudah tenggelam
dalam lautan cinta sekali menatap mata perempuan itu.
****
Yopo
tersadar setelah mengalami perjalanan yang serasa begitu jauh. Baju yang
dipakainya masih seragam sekolah berwarna putih abu-abu. Tapi, tempatnya kini
bukan di sekolah. Melainkan di pinggiran sungai Sampeyan. Di sana, tampak para
bidadari mandi dengan begitu riangnya. Anehnya, Ibu yang tadi ke sawah begitu
akrab dengan para bidadari.
Yopo
tersenyum, ia merasa bidadari begitu nyata. Bidadari bukan dongeng belaka. Tapi,
ibunya sendiri adalah salah satu dari mereka. Ia percaya itu. Dan, sudah pasti
nantinya si Ibu akan menawarkan salah satu bidadari untuk menjadi istrinya yang
abadi.
“Yopo,
sini mandi bareng Ibu dan teman-teman!” ajak Ibu.
Yopo
kaget ternyata ibu yang sedemikian dicintanya itu mengetahui keberadaan lelaki
yang tidak tampan itu. Ajakan ibu begitu melambungkan kesenangan yang luar
biasa.
Dan,
ketika Yopo mengulurkan tangannya pada Ibu. Sontak semua bidadari yang berada
di depan Yopo, termasuk ibunya sendiri berubah menjadi ular. Yopo mengucek
mata. Tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Di
sana para ular mulai berganti kulit. Ada yang menjadi lebih agresif dan
seakan-akan mau menyerang ular di sekelilingnya, ada yang merasa terganggu
dengan kehadiran Yopo, bahkan ada yang berusaha melukai Yopo. Untung ibunya
yang menjadi ular itu berhasil melindungi Yopo. Saat itu Yopo ingin menangis
dan bertemu Nawang Wulan datang pada saat yang tepat.
“Terima
kasih.” Ucap Yopo, ketika Nawang Wulan berhasil menyelematkannya.
Sependek
pengetahuan Yopo, ular berganti kulit karena untuk menggantikan jaringan yang
mati, hal itu terjadi secara terus-menerus selama ular hidup. Lelaki itu masih
hapal benar penjelasan guru biologi di sekolah menengah atas yang ia makan
bangku sekolahnya.
“Kamu
kok bisa di sini?” tanya Yopo, setelah letak ketakutannya terhenti.
Nawang
Wulan tak menjawab, malah kulitnya mengelupas terganti dengan jaringan kulit
baru yang lebih menawan. Yopo kembali mengingat mimpinya. Tapi, nawang Wulan di
hadapannya sekarang bukanlah mimpi.
Sontak
Yopo kembali takut. Bulu kuduknya merinding, ia berusaha kabur. Tapi, Nawang Wulan
menahan. Hanya saja, sekarang Nawang Wulan tak lagi menjadi manusia melainkan ular.
Yopo
memegang kepalanya yang pusing, berharap tragedi ia yang seakan-akan digoda
bidadari yang nyatanya seorang ular itu hanya mimpi belaka.(*)
Malang,
9 Januari 2021
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Gusti Trisno. Mahasiswa S2 Pendidikan
Bahasa Indonesia Universitas Negeri Malang yang memiliki nama lengkap Sutrisno
Gustiraja Alfarizi. Peraih juara 2
Penulisan Cerpen dalam Pekan Seni Mahasiswa Jawa Timur 2016 dan Penerima Anugerah
Sastra Apajake 2019. Kumpulan cerpen terbarunya berjudul “Seperti Skripsi, Kamu
Patut Kuperjuangkan” (Elexmedia Komputindo).