Sabtu, 10 Oktober 2020

Puisi-puisi Faris Al Faisal

BY editor IN No comments

 

Ranting-ranting Kering

               

 

Berbicaralah ia kepadaku melalui pohon

 

“Kaulihatlah daun-daun yang jatuh itu!

Teronggok. Sebentar kemudian dibawa angin

Terbang entah ke mana.”

 

Ia adalah ranting-ranting kering. Tempat

Menggugurkan kenangan.

Tak pernah cemas dengan musim tropis.

            Melintang terlipat waktu

 

Oh, betapa ia menjadi penyabar

Mendengar siul burung pagi dan petang

Menangkap riuh musim panas

Berapa jumlah daun kesedihan mengering?

Hanya akar-akarnya yang setia

Mencari ke mana tetes air mengalir

 

Ke atas langit tangannya menengadah

Memanjat batang ke celah pengharapan

Angsa-angsa menari menyambut hujan

            Di kolam bening ia membasuh luka

 

Ranting-ranting kering. Daun-daun hijau

Muda. Semuda kenangan baru

Rimbun. Menjadi manik-manik

Keringat di badan

 

Indramayu, 2018

 

 




 

 

 Pohon Jeruk

 

 Pada tubuhmu tumbuh pohon jeruk

Kulit tropis membungkus warna busana

Serbuk halus mempercepat musim panas

Daun meranggas. Regas terpangkas

Tapi aku masih menyimpanmu dalam kulkas

Setelah memeras air mata dalam gelas

Membekukannya jadi es batu

Dulu mulutmu pun jelita seperti jeruk

Dikelilingi ulat-ulat pemakan daun

Bibir segar, dada hidup

Bergelimang cinta

Sebelum pada akhirnya sebuah keranjang

Menjadi karantina.

 

Indramayu, 2018

 



Terenggut Maut    

 

 

Dalam masygul, sebuah cerita Gabriel Garcia Marquez

: maut lebih kejam daripada cinta

aku mengenangmu, selintas angin rindu.

menyundul-nyundul di bendul jendela,

kau terenggut maut.

 

Karena kau pergi, gugurlah bunga

keriput dalam semaput

lantas semua hilang warna dan aroma

tetapi tidak bagi cinta

 

Indramayu, 2019

 

 

 

 

 

Aku Tenggelam di Bibirmu

 

 

Hujan basah lagi. Kau mengalir sederas

Anak sungai. Aku tenggelam

Di bibirmu.

 

Udara dingin, keinginan, dan langit kelabu.

Kau pun adalah kabut dengan selimut.

Membungkus duka, luka, dan derita. Membekukan

Keping darah. Daun merah.

 

Di ketinggian lembah, aku menuruni pesona

Jurang. Mengecup rumput liar dan bunga.

Kini aku pun terbenam lebih dalam.

 

Indramayu, 2019

 

 

 

 

 

 

Faris Al Faisal lahir dan berdikari di Indramayu, Jawa Barat, Indonesia. Bergiat di Komite Sastra, Dewan Kesenian Indramayu (DKI) dan Lembaga Kebudayaan Indramayu (LKI). Namanya masuk buku “Apa dan Siapa Penyair Indonesia” Yayasan Hari Puisi. Puisinya mendapat Hadiah Penghargaan dalam Sayembara Menulis Puisi Islam ASEAN Sempena Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara ke-9 Tahun 2020 di Membakut, Sabah, Malaysia, Juara 1 dan mendapat Piala bergilir ‘Lomba Cipta Puisi Anugerah RD. Dewi Sartika (2019), mendapatkan juga Anugerah “Puisi Umum Terbaik” Disparbud DKI 2019 dalam Perayaan 7 Tahun Hari Puisi Indonesia Yayasan Hari Puisi, dan pernah Juara 1 Lomba Cipta Puisi Kategori Umum Tingkat Asia Tenggara Pekan Bahasa dan Sastra 2018 Universitas Sebelas Maret. Tersiar pula puisi-puisinya di surat kabar Indonesia dan Malaysia. Buku puisi keduanya “Dari Lubuk Cimanuk ke Muara Kerinduan ke Laut Impian” penerbit Rumah Pustaka (2018).

0 comments:

Posting Komentar