RIUH TUKANG SAYUR
kampung dikepung lapak-lapak
asam, gurih, manis lauk menggoda mesra selera
berebut dengan sayur mentah segar di mulut pagar
istriku tinggal merendanya dengan segebung bumbu
bersama resep yang tenggelam di layar hape
ia akan menerbangkan dengan penuh gairah
di atas kompor listrik yang siaga mengunyah
ah, semua pedagang kakilima seperti lulus dari diklat
semacam webinar dengan materi kepul segar
mereka fasih mengeja para pelanggan setia
yang semakin kampiun membuang muka
lihatlah kerut jidat para tukang sayur yang kian perkasa
kampiun nian membaca makin sulitnya rupiah diraba
tak usah keluar pagar istriku
di depan pagar barisan bakul siap menyerbu
ambil rumus setia matematika untuk dompet tipismu.
Semarang, Oktober 2020
GELINJANG TUNANETRA
akulah lelaki yang diterkam hembusan isu
raga renta yang menguatkan beban
tempat kerja semakin menepi
tak kudengar deru sepeda motor terhenti
jika yang terngiang suara bernada sama
segera kubayangkan sang juragan bergegas tiba
sehari, seminggu, sebulan cukup hitungan untuk melayang
menjadi laba-laba purba
memajang kerupuk bergantungan di pinggir pertigaan
sambil menggenggam hp murahan
barangkali pesanan pijat masih mau datang
astaga, sebulan hanya ada hitungan tiga
itu pun tetangga yang baik semua.
Semarang, Oktober 2020
GEROBAK DAN SEJUMLAH BOTOL
: Lik Sam Kedungwuni
gerobag jamu melaju. Bersama puluhan botol
semesra gelutan es dan dawet cendol
menawar jagat harap – aroma menyelinap
beras kencur, godhong kates, cabe puyang,
bersih darah – melawan mulut bergerak muntah
penyebabnya sederhana – bersliwernya corona
dan liar mata yang berbulan terus dipenjara
tak ada anggaran ketemu untuk sekadar menguyub jamu
ia pun kian digilas genderang dendang lesu
dengan desis gas yang tersengal napas
lauk terbatas – telur pun diadu tepung
mengundang pertempuran masa lalu
bundar telur dibagi rata tanpa merana
Semarang, Oktober 2020
RINDU KAPAL SELAM
aku memburumu bukan lantaran ular mengaum lapar
tapi imajinasi membelukar yang
semalam merajam dendam
“Sudah sebulan bapak tidak menjulurkan piring buat
menampung mpek-mpek kapal selam kesukaan,” batinmu
Giliran terbayang lelaki kurus beranak satu
yang menerawangkan telinga untuk deru amuk susu
“ASI saja tidak cukup, perlu gizi tambahan,” istrimu
mendiagnosis secerdas bidan puskesmas idaman
pikiran kecilku pun melesat pada kamar-kamar kos-kosan
dan kamu seperti membiarkan kicau istrimu dengan semacam
hiburan simpulan: Lagi-lagi hidup harus dijuangkan!
aku sengaja melipat beberapa jalan dan gang-gang
merindu keluh kesahmu – sepertinya belum berakhir
sekalipun bulan di langit berebut menyingkir.
Semarang, Oktober 2020
Budi Wahyono, penulis kelahiran Wonogiri. puisinya tersebar di berbagai media cetak/elektronik dan sejumlah antologi. Pemenang II (dua) dalam Lomba Puisi Iklan yang diselenggarakan Koran Kampus Manunggal, Undip (1989), Pemenang Lomba Puisi Lingkungan Hidup yang diselenggarakan IKIP PGRI Semarang. Tahun 2016, dalam Lomba menulis Puisi bertema “Aku Cinta Jawa Tengah” yang diadakan Balai Bahasa Jateng menempatkan sebuah Puisi miliknya sebagai Pemenang 1.
0 comments:
Posting Komentar