Sabtu, 17 Oktober 2020

Puisi-puisi Budi Wahyono

BY editor IN No comments

RIUH TUKANG SAYUR


kampung dikepung lapak-lapak

asam, gurih, manis lauk menggoda mesra selera

berebut dengan sayur mentah segar di mulut pagar


istriku tinggal merendanya dengan segebung bumbu

bersama resep yang tenggelam di layar hape

ia akan menerbangkan dengan penuh gairah

di atas kompor listrik yang siaga mengunyah


ah, semua pedagang kakilima seperti lulus dari diklat

semacam webinar dengan materi kepul segar

mereka fasih mengeja para pelanggan setia

yang semakin kampiun membuang muka

lihatlah kerut jidat para tukang sayur yang kian perkasa

kampiun nian membaca makin sulitnya rupiah diraba


tak usah keluar pagar istriku

di depan pagar barisan bakul siap menyerbu

ambil rumus setia matematika untuk dompet tipismu.  


Semarang, Oktober 2020



GELINJANG TUNANETRA


akulah lelaki yang diterkam hembusan isu

raga renta yang menguatkan beban

tempat kerja semakin menepi

tak kudengar deru sepeda motor terhenti


jika yang terngiang suara bernada sama

segera kubayangkan sang juragan bergegas tiba

sehari, seminggu, sebulan cukup hitungan untuk melayang

menjadi laba-laba purba

memajang kerupuk bergantungan di pinggir pertigaan


sambil menggenggam hp murahan

barangkali pesanan pijat masih mau datang

astaga, sebulan hanya ada hitungan tiga

itu pun tetangga yang baik semua.


Semarang, Oktober 2020







GEROBAK DAN SEJUMLAH BOTOL

: Lik Sam Kedungwuni


gerobag jamu melaju. Bersama puluhan  botol

semesra gelutan es dan dawet cendol

menawar jagat harap – aroma menyelinap

beras kencur, godhong kates, cabe puyang,

bersih darah – melawan mulut bergerak muntah


penyebabnya sederhana – bersliwernya corona

dan liar mata yang berbulan terus dipenjara

tak ada anggaran ketemu untuk sekadar menguyub jamu

ia pun kian digilas genderang dendang lesu


dengan desis gas yang tersengal napas

lauk terbatas – telur pun diadu tepung

mengundang pertempuran masa lalu

bundar telur dibagi rata tanpa merana

 

Semarang, Oktober 2020



RINDU KAPAL SELAM


aku memburumu bukan lantaran ular mengaum lapar

tapi imajinasi membelukar yang

semalam merajam dendam

“Sudah sebulan bapak tidak menjulurkan piring buat

menampung mpek-mpek kapal selam kesukaan,” batinmu


Giliran terbayang lelaki kurus beranak satu

yang menerawangkan telinga untuk deru amuk susu

“ASI saja tidak cukup, perlu gizi tambahan,” istrimu

mendiagnosis secerdas bidan puskesmas idaman

pikiran kecilku pun melesat pada kamar-kamar kos-kosan


dan kamu seperti membiarkan kicau istrimu dengan semacam

hiburan simpulan: Lagi-lagi hidup harus dijuangkan!


aku sengaja melipat beberapa jalan dan gang-gang 

merindu keluh kesahmu – sepertinya belum berakhir

sekalipun bulan di langit berebut menyingkir.

 

Semarang, Oktober 2020



Budi Wahyono, penulis kelahiran Wonogiri. puisinya tersebar di berbagai media cetak/elektronik dan sejumlah antologi.  Pemenang II (dua) dalam Lomba Puisi Iklan yang diselenggarakan Koran Kampus Manunggal, Undip (1989), Pemenang Lomba Puisi Lingkungan Hidup yang diselenggarakan IKIP PGRI Semarang. Tahun 2016, dalam Lomba menulis  Puisi bertema “Aku Cinta Jawa Tengah” yang diadakan Balai Bahasa Jateng menempatkan sebuah Puisi miliknya sebagai Pemenang 1. 

0 comments:

Posting Komentar