Sabtu, 11 Juli 2020

PUISI-PUISI EKO SETYAWAN

BY editor IN No comments


pixabay.com

Almanak dan Sebuah Catatan Perjalanan
1.
pernah kususuri jalan menuju rumahmu,
dan di sana, tak kujumpai apa pun
selain percakapan kita yang mulai luntur.

seperti pendoa yang malas,
kau meminta memangkas rute, dan tentu,
keterlambatan tak bisa lagi kau terima.

muskil jika kita mengulang waktu.

2.
pada almanak yang kau punya,
tiap jengkalnya menuntun pada hal dan peristiwa yang sama.
tak ada yang benar-benar baru.

angka hanya akan tetap berganti angka,
hari akan berganti hari, dan kau
tetap berpulang pada puisi.

hidup adalah tentang bagaimana kita menanggalkan hari ini
dan menyusun rencana untuk esok hari.

3.
cuaca dan percakapan kita, seperti jazirah yang luas.
kau ingin bertualang sementara aku hanya ingin mengulang.

tahun yang baru, adalah tahun-tahun di mana
kau menyusun rencana dan di akhir tahunnya,
kau menyadari bahwa apa yang kau lakukan
tak lain laku yang sia-sia.

4.
tapi, bukankah rencana adalah penunjuk jalan
bagi kita yang tak ingin tersesat?

tak ada yang benar-benar tersesat selain kau percaya pada azimat.
dan tentu kau tahu, di tahun-tahun berikutnya,
rencanamu mungkin juga hanya tinggal rencana.

Karanganyar, 2019.



 Mengeja Sunyi

Aku mengeja sunyi di kepalamu.
Di sana, seorang pengungsi tinggal seorang diri.
Tanpa bekal, tanpa air mata.

Menyeberangi negara adalah hal berbahaya
Kau perlu paspor.
Kau juga perlu membawa seluruh kenangan yang kau punya.

Kau memikirkan negaramu yang porak-poranda.
Tapi dengan mudah kau bisa melupakanku.

Kesunyian di kepalamu menghapus namaku.

Karanganyar, 2020.




 Meneguk Racun

Siapa berhak berkata benar-salah,
jika ayat-ayat masih didengungkan?

Kebenaran seperti halnya belati.
Ia menikam siapa saja jika salah tempat.
Sementara kesalahan begitu suci.

Telinga kita, mendengar suara,
Namun tak mampu menangkap suara diri.
Muskil diuraikan. Seperti puisi-puisi.

Tapi khuldi tetap saja dikudap.
Sebab manusia selalu tunduk pada bahasa.
Seperti meneguk racun,
Salah jika kau hidup, benar jika mati.

Karanganyar, 2020.




EKO SETYAWAN, lahir di Karanganyar, 22 September 1996. Alumni Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNS. Bergiat di Komunitas Kamar Kata Karanganyar. Kumpulan puisinya berjudul Merindukan Kepulangan (2017). Surel: esetyawan450@gmail.com.

0 comments:

Posting Komentar